DENDAM SILUMAN ULAR
Suryati (35th) yang sedang asyik mencuci pakaian di sungai tiba-tiba saja kaget ketika tak sengaja kakinya menyentuh sebuah benda yang licin. Makin kagetnya lagi saat ternyata di dekat kakinya itu adalah dua ekor ular sanca yang ukurannya sangat besar. Saking paniknya, Suryati lalu mengambil sebuah batu kemudian dilemparkannya ke arah kedua ular itu hingga mati seketika.
Sejenak Suryati terdiam. Ada perasaan menyesal di dalam hatinya. Kenapa dia membunuh binatang yang tidak berdosa. Tapi fikiran itu kemudian hilang. Kalau aku tidak membunuhnya, pasti aku yang akan mati dipatuk oleh kedua ular itu.
Tiba-tiba saja berhembus angin sangat kencang. Bulu kuduk Suryati merinding. Tak lama kemudian terdengar suara tanpa wujud yang mengatakan bahwa perbuatan Suryati akan terbalaskan. Kelak anak Suryati akan merasakan nasib yang sangat tragis. Kematiannya tidak akan wajar.
Suryati segera pulang dan menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Saud, suaminya. Saud terdiam. Ini bukan pertanda baik. Aku harus mencari cara agar kutukan itu tidak terjadi. Saud kemudian pergi berwudu lalu shalat 2 rakaat. Dia berdoa Agar Allah menjauhkan dirinya dan keluarganya dari segala macam fitnah dan musibah.
Peristiwa yang dialami oleh Suryati terus menghantui fikirannya. Betapa tidak, rumah tangga Suryati dan Saud sudah berlangsung lama, tapi belum juga dikaruniai anak. Kini saat mengandung anak pertamanya, tak disangkanya malah mendapat ancaman kalau kelak nasib yang akan menimpa anaknya akan sangat tragis. Suryati benar-benar kuatir kalau kutukan itu benar-benar akan terjadi.
Hari-hari Suryati selanjutnya tampak tidak seceria sebelumnya. Perempuan itu banyak melamun. Saud terus berusaha menghiburnya dan menasehatinya. Katanya, segala sesuatunya harus ia pasrahkan kepada Allah. Sebab apapun yang terjadi tidak terlepas dari kehendaknya.
Waktu terus berlalu. Tak terasa usia kandungan Suryati sudah sampai 9 bulan. Bidan meramalkan kalau Suryati akan melahirkan dalam beberapa hari ke depan. Suryati bukanya senang, tapi malah fikirannya tidak menentu. Dia kuatir kalau kelahiran anaknya yang pertama itu tidak akan berjalan dengan mulus. Saud berkali-kali menenangkannya, berharap agar istrinya itu tidak punya fikiran buruk. Berdoalah kepada Allah karena Dia maha pengasih lagi penyayang.
Beberapa hari kemudian tepat menjelang subuh, Suryati akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat kelahirannya berbarengan dengan kejadian gempa. Suryati sangat kuatir takut terjadi apa-apa sama bayinya. Tapi ternyata kekuatirannya tidak terjadi. Bayi laki-laki itu lahir dengan keadaan mulus. Karenanya, Saud menamakan anaknya pertamanya itu Mulus Mulyadi. Artinya mulus dan mulia. Suryati sangat merasa senang.
Rasa takut Suryati pada kutukan ular lama-lama mulai terlupakan. Hilang oleh rasa senang dengan kelahiran Mulus. Suryati tampak sangat menyayangi anak pertamanya tersebut. Hampir semua waktunya tersita untuk mengasuh Mulus.
Saud juga demikian. Dia lebih semangat lagi bekerja. Dia ingin bisa membiayai Mulus, supaya kelak anaknya tersebut punya nasib yang lebih baik dari dirinya. Meskipun usia Mulus masih kecil, Saud terus mendidiknya dengan pendidikan agama, agar nanti Mulus juga menjadi anak yang soleh.
Beberapa tahun kemudian, Suryati kembali hamil anaknya yang kedua. Rasa senang mereka semakin bertambah lagi. Suryati bilang kalau dia berharap anak keduanya nanti seorang perempuan. Tapi kata Saud, baik laki-laki ataupun perempuan sama saja. Mereka tetap saja anugrah dari Allah.
Tapi suatu malam, Suryati bermimpi buruk. Mulus yang sedang bermain di halam rumahnya tiba-tiba dipatuk ular. Anehnya, Suryati yang saat itu berdiri disamping Mulus tidak bisa berbuat apa-apa. Suryati menjerit minta tolong. Teriakannya membangunkan Saud. Saud kaget. Suryati bangun lalu menceritakan mimpi yang dialaminya. Saud berusaha menghibur istrinya tersebut dan bilang bahwa itu hanyalah sebuah mimpi, kembangnya tidur.
Namun Suryati terus merasa gelisah. Dia kembali teringat pada kutukan ular beberapa tahun yang lalu. Suryati terus mengawasi Mulus, takut terjadi apa-apa sama dia. Namun karena terlalu berkonsentrasi terhadap Mulus, malah dirinya sendiri celaka. Saat mengejar Mulus yang mau jatuh, tak sengaja dia terpeleset dan akhirnya dirinya sendiri yang jatuh.
Saud panik. Dia kuatir terjadi apa-apa pada kandungan Suryati. Saud segera memanggil bidan. Diapun merasa lega, karena ternyata kandungan Suryati baik-baik saja. Saud bilang agar lain kali Suryati lebih hati-hati lagi.
Beberapa bulan kemudian, Suryati melahirkan lagi. Kali ini bayinya perempuan. Suryati merasa lega karena bayinya kembali lahir dengan selamat. Begitupun dengan Saud. Dirinya sangat merasa senang. Dia lalu memberi nama anak keduanya itu Nursipah.
Lengkap sudahlah kebahagian mereka, karena telah memiliki dua orang anak, satu laki-laki, satu perempuan. Merekapun segera mengadakan syukuran. Entah kenapa Saud saat itu memberi tanda di leher bagian belakang Nursipah. Suryati sempat heran. Saud hanya menjawab, kalau hal itu hanya sebagai pengingat saja.
Beberapa bulan kemudian, keadaan warga di kampung Saud menjadi resah. Pemerintah wilayah setempat mengumumkan agar semua warga kampung siap-siap mengungsi. Gunung Galunggung diperkirakan akan segera meletus. Semua warga segera meninggalkan kampung. Begitupun dengan Saud dan Suryati. Keduanya segera pergi membawa anak-anak mereka untuk mengungsi.
Saud, Suryati, dan para warga lainnya berada di pengungsian. Mereka mengalami kesulitan makanan dan yang lainnya. Saud merasa sedih melihat keadaan anak-anaknya yang harus mengalami sengsara. Tapi apalah daya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.
Suatu ketika, Saud bilang ke Suryati kalau dirinya akan kembali ke kampung untuk mengambil sisa binatang ternak, yang dia tinggalkan. Suryati sempat melarangnya karena kuatir. Tapi Saud meyakinkan kalau dirinya akan baik-baik saja. Suryatipun akhirnya mengijinkan, tapi dalam hatinya benar-benar cemas.
Sehari setelah kepergian Saud, Gunung Galunggung benar-benar meletus menghancurkan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Suryati semakin mencemaskan keadaan Saud. Dalam keadaa itu, pihak berwenang mengumumkan agar para warga segera pindah ke tempat pengungsian, karena wilayah ini masih termasuk wilayah rawan. Para warga panik. Mereka segera pergi membawa barang-barang seadanya. Keadaan crowded.
Suryati dan para warga lainnya sudah berada di tempat pengungsian baru. Alangkah kaget dan socknya Suryati saat tahu ternyata Nursipah tertinggal di tempat pengungsian sebelumnya. Rupanya saat itu, saking paniknya Suryati mengira bantal guling adalah bayinya.
Suryati menjerit histeris. Dia mau nekad kembali ke tempat pengungsian sebelumnya. Tapi para warga mencegahnya. Suryati akhirnya pasrah. Dalam hatinya benar-benar sedih, karena sudah kehilangan suami juga anak kesayangannya.
Dua puluh tahun kemudian
Keadaan sudah kembali normal. Suryati dan Mulus (sudah dewasa) sudah tinggal lagi di kampung halamannya. Namun begitu, Suryati belum bisa melupakan peristiwa memilukan itu. Dirinya masih merasakan kehilangan suami dan anak ke sayangannya.
Sejak saat itu, Suryati dan Mulus hidup serba kekuarangan. Saud yang selama ini menjadi tulang punggungnya telah tiada. Suryati terpaksa harus banting tulang bekerja serabutan untuk mencari nafkah.
Mulus yang kini sudah dewasa merasa iba melihat keadaan ibunya. Suatu ketika dia meminta ijin untuk pergi ke kota mencari pekerjaan. Semula Suryati tidak mengijinkan karena dia tidak ingin lagi kehilangan orang yang dicintainya. Tapi Mulus memaksa. Akhirnya Suryatipun mengijinkan.
Mulus sudah berada di Jakarta. Hidup seperti gelandangan tidur di mana saja. Tapi tidak pernah putus asa. Dengan penuh semangat dirinya terus mencari pekerjaan. Hingga suatu ketika, Mulus akhirnya diterima bekerja oleh Haji Gunawan, seorang pengusaha kaya. Dia diangkat menjadi supir pribadi yang bertugas untuk antar jemput Metha (15), anak semata wayang Haji Gunawan.
Baik Haji Gunawan maupun Hj Marfuah memperlakukan Mulus dengan baik. Bahkan karena rajin dan salehnya, mereka sampai menganggap Mulus sebagai anaknya sendiri.
Namun beda halnya dengan Metha. Cewek ini sepertinya menganggap risih kehadiran Mulus. Seringkali dia berbuat semena-mena dan memperlakukan Mulus dengan sangat kasar. Tapi Mulus tetap sabar. Haji Gunawan merasa kesal dengan sikap anaknya. Diapun sering bilang ke Mulus agar bisa memaklumi sifat Metha.
Sementara itu, di luar rumah Metha hidup dengan pergaulan bebas, ala anak muda sekarang. Dia punya pacar yang bernama Dino, seorang pemabuk dan menjadi biang reseh. Tapi karena saking cintanya, Metha tidak mempedulikan semua itu. Sebaliknya, Dino merasa senang. Karena dengan begitu, dia bisa bebas memeras duit Metha.
Suatu ketika, Metha ketahuan hamil. Tentu saja Haji Gunawan dan Hj Marfuah merasa sedih dan dipermalukan. Setelah tahu kalau yang membuat Metha hamil adalah Dino, Haji Gunawanpun segera mencarinya. Sayang, Dino sudah kabur entah kemana.
Perut Metha semakin lama semakin membesar. Haji Gunawan dan Hj. Marfuah benar-benar merasa bingung. Gimana caranya menutupi aib tersebut. Akhirnya Haji Gunawan meminta Mulus agar mau menikahi Metha. Mulus merasa iba. Akhirnya diapun menyetujuinya. Merekapun lalu menikah.
Pernikahan Mulus dan Metha benar-benar membuat Hji Gunawan dan Hj. Marfuah merasa bahagia. Betapa tidak, selain aibnya akhirnya tertutupi, Mulus juga lambat laun mampu merubah watak Metha. Yang tadinya pemarah, dan egois sekarang menjadi penyabar. Bukan hanya itu saja, kini Methapun jadi rajin shalat dan ibadah lainya.
Ternyata Mulus bukan hanya sayang terhadap Metha saja, bahkan kepada anak Metha yang sebenarnya bukan darah dagingnyapun, Mulus tetap menyayanginya. Hal ini membuat Metha benar-benar merasa bahagia menjadi istri Mulus. Hingga akhirnya setahun kemudian merekapun benar-benar punya anak. Lengkap sudah kebahagiaan mereka.
Suatu ketika, Mulus merasa rindu kepada ibunya, Suryati. Dia meminta ijin ke Metha untuk membawa Suryati ke rumah mereka. Metha setuju. Mulus senang. Besoknya, diapun pergi untuk menjemput ibunya.
Kehadiran Suryati di rumah Metha semakin menambah keceriaan bagi mereka. Antara Suryati dan Methapun tampak sangat akrab.
Suatu ketika, Suryati sedang menyisir rambut Metha. Alangkah kagetnya dia saat melihat sebuah tanda dibalik rambut menantunya tersebut. Dadanya berdebar hebat. Fikirannyapun melayang ke masa lalu. (Saat Saud, suaminya memberi tanda di leher bagian belakang Nursipah, bayinya yang telah hilang) “Tidak.. ini tidak mungkin terjadi” dalam hati Suryati.
Tanda dibalik rambut Metha terus menghantui fikiran Suryati. Suatu ketika diapun menemui Haji Gunawan dan Hj. Marfuah menanyakan siapa sebenarnya Metha. Karena terus didesak, Haji Gunawan akhirnya menceritakan semuanya. Menurutnya, Metha sebenarnya bukan anak kandungnya. Dia mengambilnya dari seorang relawan Gunung Galunggung.
Mendengar itu, Suryati benar-benar sock. Dia yakin kalau Metha adalah Nursipah anak kandungnya yang hilang saat peristiwa Gunung Galunggung meletus.
Haji Gunawan dan Hj. Marfuah balik kaget dan sock. Mereka bilang, Metha dan Mulus harus segera dipisahkan. Tidak boleh melanjutkan rumah tangga. Apapun alasannya, dosa hukumnya saudara kandung menikah.
Haji Gunawan, Hj. Marfuah dan Suryati segera menemui Mulus dan Metha, lalu menceritakan semuanya. Alangkah kagetnya kedua pasangan suami istri tersebut. Bahkan saking socknya, Metha langsung berlari ke jalan menabrakan dirinya ke mobil. Sementara Mulus yang tak tahan merasa sedih, akhirnya mengakhiri hidupnya dengan meminum racun.
SEKIAN
Ini hanya sekedar untuk konsumsi hiburan. Terinpirasi dari kisah nyata, dikemas dalam sebuah cerita fiktif Oleh Abun Burhanudin. Benar tidaknya Wallahualam.
Haturnuhun kang.. Naskah dongengna. Nu eps lain na mana?
BalasHapus